Saturday, April 19, 2008

KONSEKWENSI YANG DIMILIKI BUDAYA UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI: SEBUAH PENGUJIAN EMPIRIS DARI BUDAYA, KEBEBASAN, DAN PELAKSANAAN PASAR NASIONAL

Steve D.Papamarcos dan George W.Watson

ABSTRAK

Di dalam penelitian ini kita secara empiris menguji peran budaya di dalam membahas pelaksanaan ekonomi country-level. Kita menemukan hal tersebut, ketika ini hadir dalam pertumbuhan ekonomi, yang mana tidak semua budaya diciptakan sama. Untuk hasil perusahaan global dan praktek manajer, kita mengindikasikan bahwa nilai budaya muncul berarti secara statistik dan secara operasional mempengaruhi ekonomi yang berarti. Kita juga lebih meningkatkan dan menguji peningkatan kerangka di dalam faktor budaya dan politik secara terus menerus yang saling berhubungan dengan pembahasan pertumbuhan. Model interaktif kita dijelaskan secara penuh 51 persen (p<01)>

PENGANTAR

Pada awal pertama abad duapuluh, dunia menyisakan penuh yang dibagi antara kaya dan miskin, demokratis dan otoriter, adil dan ketidakadilan, kerapian dan kekacauan. Kontras yang masih ada begitu dramatis, yang menjadi jelas bahkan peneliti yang tinggal pada masa itu melawan cukup tinggi. Disana eksis semua cara penjelasan dengan menghargai faktor dari peristiwa yang mendasarinya. Geografi, iklim, penjajahan sebelumnya dan sejarah besar yang samar akan perilaku aneh dalam penjelasan dari penyimpangan ekonomi saat ini. Bagaimanapun juga, konsekwensi yang dimiliki suatu budaya untuk pembangunan telah diberikan shirft pendek. Alasan yang memungkinkan untuk ini adalah bermacam – macam, bagaimanapun Patterson (2006) menyimpulkan bahwa “penyebab utama untuk kekurangan ini adalah sebuah dogma deep-seated yang telah berlaku pada ilmu pengetahuan sosial dan kebijakan yang mengitarinya sejak pertengahan tahun 1960 an: penolakan beberapa penjelasan yang meminta atribut budaya yang dimiliki kelompok – sikap membedakan, nilai dan kecenderungan, dan hasil perilaku dari anggota – anggotanya….” (Hal 13). Mengapa ini ditolak? Budaya sulit untuk mengarah pada beberapa level: hal ini secara definisi merupakan problematik; hal ini ambigu secara langsung – berdampak secara simultan dan dipengaruhi oleh sebuah faktor kontekstual utama; hal ini sulit untuk diperoleh dan dinilai; dan ini terbawa dengan kemampuannya untuk meniru secara terbuka dan benar – benar marah. Ini juga menggoyahkan banyak sarjana dan para pembuat kebijakan. Bagaimanapun, budaya tersebut sulit untuk menghadapi kegagalan terhadap kompromi yang memungkinkan kekuatan yang bersifat menjelaskan dan eksekutif multinasional yang dimiliki saat ini, yang mengharuskan untuk mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pasar, struktur dan manajemen praktis. Kita menyarankan bahwa budaya terus meningkatkan dalam dunia globalisasi kita (Thorsby, 2001). Memahami faktor ini merupakan sebuah prasyarat penting dari analisis manajerial yang dikhususkan secara penuh (lihat contoh Fan dan Zigang, 2004). Yang lainnya telah dicoba untuk menguji peran budaya secara sama, percaya pada bukti anekdot dan kasus penelitian yang pararel. Bagaimanapun, kita menggunakan sebuah prespektif multidisipliner, skema budaya yang diperoleh secara empiris, dan penilaian kuantitatif dari 34 negara yang diterima secara luas. Untuk pertama kalinya, kita juga mencari untuk menguji konsekwensi yang dimiliki budaya untuk pasar selagi mengontrol kebebasan ekonomi dan politik.
DIMENSI KULTURAL DALAM KEHIDUPAN MANAJERIAL

Kita mengetahui atau mempercayai bahwa sebagian besar budaya dan konsekwensinya memungkinkan untuk jalan hidup dan kerja kita berasal dari penelitian asli yang dimiliki Hofstede (1980) (Bing, 2004). Hofstede berpendapat bahwa “ orang membawa ‘program mental’ yang dikembangkan di dalam keluarga pada awal masa kanak – kanak dan diperkuat di dalam sekolah dan organisasi” ( hal 11). Percayalah bahwa program mental ini berisi sebuah komponen dari kebudayaan nasional, Hofstede memformulasikan sebuah model empiris empat dimensi dari perbedaan kebudayaan. Mengenali faktor – faktor yang meliputi jarak kekuatan, kolektivisme – individualisme, menghindari ketidak pastian dan sifat kelaki – lakian dan kewanitaan. Penelitian Hofstede merupakan jalur yang putus di dalam membedakan kebudayaan nasional secara konseptual dan menyarankan cara dimana perbedaan ini mungkin mempunyai konsekwnsi untuk organisasi dan orang. Penggunaan dari dimensinya tersebar luas di dalam penelitian perilaku dan organisasi yang merupakan kesaksian untuk keseluruhan pendekatan kerjanya. Pada akhir tahun, faktor – faktor kulturalnya telah dihubungkan dengan prespektif dan determinan etika bisnis (Schepers, 2006;Su, 2006;Smith&Hume,2005;Swaidan&hayes,2005), konsumen pembuat keputusan dan iklan(Mikhailitchenko&Whipple,2006;Bang,Raymond,Taylor&Moon,2005;Leo,Bennet&Hartel,2005;Malai&Speece,2005;Yoo&Donthu,2005), pengembangan produk baru (Garrett, Buisson&Yap,2006;Dwyer,Mesak&Hsu,2005), negosiasi internasional (McGinnis,2005;Rammal,2005), spekulasi gabungan (Ritchie,&Eastwood,2005), control manajemen (Garg&Ma,2005;Lere&Potz,2005), tekhnologi informasi (McCoy,Everard&Jones,2005),QA/TQM (Jabnoun&Khafaji,2005), hubungan industri (Black,2005), kepemimpinan (Littrel&Valentin,2005), dan pilihan perangsang (Rehu,Lusk&Wolff,2005). Sedangkan banyak replikasi yang membuktikan validitas dan keandalan penemuannya (lihat Sondergoard, 1994), hal ini penting untuk menghargai sejumlah kontroversi sekitarnya yang masih berasal dari dimensi yang dimiliki oleh Hofstede seperrti halnya aplikasi mereka. Contohnya, ini mungkin disarankan secara realistik bahwa masing – masing faktor seharusnya mempunyai konsepsi lebih baik seperti sebuah bagian dua – dimensional, contoh; mungkin secara teoritis memungkinkan sebuah negara untuk menilai keduanya secara tinggi, baik individualisme, kolektifisme, dan rekan. Tentu saja, Purcell (1987) merepresentasikan faktor ini hanya seperti sebuah cara, yang mana dia berpendapat bahwa firma – firma Jepang sering menekankan aspek individu dalam mengembangkan karyawannya, dan bersamaan dengan kerjasama kolektif. Penempatan dari atribut – atribut ini berlawanan dari sebuah kesatuan rangkaian yang mungkin mereflekfsikan bias orang Barat yang tidak sesuai untuk penelitian orang Timur. Pada kenyataannya, Hofstede & Bond (1988) secara khusus mengembangkan Chinese Value Survey yang menyebabkan perhatian ini. Analisa mereka mengindikasikan bahwa contoh 22 negara berbeda dalam empat cara utama. Faktor – faktor ini ditentukan sama dengan jarak kekuatan, individualism-collectivism dan masculinity-femininity mengidentifikasi varabel lebih awal, akan tetapi satu faktor yang unik, teori penagruh energi yang mungkin menjadi faktor yang sama, atau pada sebuah minimum yang mana mereka begitu tinggi berhubungan dengan beberapa variable ketiga (lihat juga Fang, 2003). Kemudian dalam pengujian empiris kita, kita mempercayai penemuan asli yang dimiliki Hoftsede berhadapan dengan struktur faktor budaya.

Jarak Kekuatan

Faktor jarak kekuatan Hofstede (1980) mengacu luas pada anggota dari sebuah masyarakat yang menerima bahwa kekuatan dan semua itu disatukan dengan distribusinya secara tidak merata.Menurut Hofstede, di dalam sebuah jarak kekuatan masyarakat atas sebuah order ketidaksamaan berada pada tempatnya atau pada semua orang; karakter ketergantungan mayoritas anggota masyarakat, dan ketergantungan pilihan minoritas; atasan dan bawahan dibedakan di dalam cara hirarki; dan kekuatan merupakan sebuah fakta dasar dari masyarakat yang menanggali bagus atau jelek. Di dalam sebuah contoh masyarakat, pemilik kekuatan diberi hak perlakuan khusus menolak kekuatan; memaksa dan mengacu kekuatan yang ditentukan; yang lain dipandang seperti sebuah ancaman satu kekuatan dan jarang dipercaya; dan karakter hubungan konfilk tersembunyi antara kekuatan dan kekuasaan. Di dalam sebuah jarak kekuatan masyarakat bawah, kepercayaan ketidaksamaan yang ada diperkecil; saling ketergantungan anggota menggantikan ketergantungan mayoritas; atasan dan bawahan dipertimbangkan/dianggap sama; dan semua anggota mempunyai hak yang sama.Apalagi di dalam jarak kekuatan masyarakat bawah yang sah dan luas, ditekankan kekuatan; orang pada berbagai macam level kurang diancam/ditekan dan lebih dipersiapkan untuk mempercayai satu sama lain;dan harmoni yang tersembunyi berada diantara kekuatan dan kekuasaan. Berdasarkan struktur yang kaku dan karakter hubungan dari kebudayaan jarak kekuatan atas, keengganan kekuatan relative untuk menilai kekuatan lain yang kurang mengarah/membawa pada tabel ekonomi, dan menerima instrinsik oleh korban – korbannya dari diskriminasi sistematik ini, kita menawarkan hipotesis berikut:

Hipotesa 1: Tingginya jarak kekuatan akan cenderung mempengaruhi pencapaian ekonomi nasional secara negative.

Individualism - Collectivism

Menurut Hofstede (1980), level individualisme atau kolektifisme menandai sebuah kebudayaan yang mencerminkan hubungan antara individu dan kolektif, yang mana berlaku di dalam masyarakat tersebut. Individualisme yang tinggi menyiratkan sebuah pilihan untuk membuat kerangka sosial secara bebas, yang mana orang diharapkan untuk menjaga diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja. Kolektifisme mengindikasikan sebuah pilihan untuk membuat sebuah kerangka sosial, yang mana individu merupakan kesatuan di dalam sebuah keluarga besar secara emosional atau di dalam kelompok lain yang akan melindungi mereka di dalam pertukaran kesetiaan yang tidak dipertanyakan.Di dalam kebudayaan individu orentasi – diri ini, atau kesadaran “Saya”, mengakibatkan sebuah emosi kemandirian dari individu dari dari organisasi dan institusi. Kebudayaan kolektif disifatkan dengan sebuah kesadaran “kami” yang diterjemahkan ke dalam ketergantungan emosional individu dalam masyarakat; sebuah perasaan memiliki; keinginan bawahan dari seorang individu dan sebuah kehidupan pribadi; serta sebuah kepercayaan khusus secara krusial menilai standar tersebut yang membedakan anggota di dalam dan di luar kelompok. Kita menyarankan bahwa mobilitas sosial, pencarian terhadap ketertarikan itu sendiri, ketergantungan psikologis individu, penekanan pada suatu inisiatip, prestasi dan sifat adil dari kebudayaan individu akan menyebabkan individu melaksanakan kerjanya, dimana hal ini akan memperoleh penghasilan tinggi yang telah tersedia. Sebaliknya, perbedaan di dalam ataupun di luar kelompok begitu kuat dipelihara di dalam budaya koletif yang akan menjadikan ketidakmampuan sebagian besar orangnya, khususnya untuk orang yang secara tradisional kurang mengakses tingkat kekuatannya. Kemudian, kita menyarankan sebagai berikut:

Hipotesa 2: Sebuah orentasi kolektif cenderung akan mempengaruhi pelaksanaan ekonomi nasional.

Uncertainty Avoidance

Uncertainty Avoidance/menghindari ketidakpastian menyebar luas kepada orang di dalam sebuah masyarakat yang merasa terancam oleh situasi yang ambigu dan tidak terstruktur. Hofstede (1980) menemukan bahwa kegelisahan ini terungkap dengan sendirinya dalam emosionalitas dan cederung agresif. Pada masyarakat atas, uncertainty avoidance sudah menjadi sifat dalam kehidupan yang dianggap seperti sebuah ancaman terus menerus yang harus dijawab, dan disana eksis keduanya, konflik dan kompetisi lepas secara agresif, dan untuk itu seharusnya menghindari kekuatan untuk konsensus. Sebaliknya, di dalam masyarakat bawah, uncertainty avoidance merupakan perilaku kehidupan yang lebih mudah diterima dan hampir setiap hari datang; terdapat sebuah kepercayaan bahwa konflik dan kompetisi dapat berisi sebuah tingkatan permainan yang adil dan digunakan secara konstruktif; dan tersedia dampak yang lebih besar, berselisih faham, dan untuk hidup dengan sedikit aturan yang memungkinkan. Berdasarkan kecepatan dan ketidak berlanjutannya perubahan waktu hidup kita, keinginan dari masyarakat atas dalam uncertainty avoidance beresiko dan menyelidiki struktur alternative, hubungan dan proses, kita menawarkan hipotesa berikut:

Hipotesa 3: Uncertainty Avoidance yang tinggi akan cenderung berdampak negatif pada pelaksanaan ekonomi nasional.

Masculinity – Femininity

Hoftsede ( 1980) memilih istilah “masculinity “ dan “ femininity” untuk membedakan budaya berdasarkan perbandingan item faktor ini yang salah satunya merupakan yang bernasib sial. Masing – masing uraian yang dibawanya, menyiratkan jauh, peran sex tiruan yang mungkin tidak akurat dan bertentangan, yang mana politik yang tidak penting terbangun. Barangkali ini merupakan dimensi Hoftsede yang salah dimengerti (Rich, 2000), dan Hoftsede sendiri kembali mengingatkan pembacanya bahwa femininity tidak sama ideal seperti feminisme. Laki – laki diharapkan untuk bersaing dan bertindak dengan tegas dan kuat. Perempuan diharapkan lebih lembut, yang merupakan sisi emosional dari kehidupan. Corak masyarakat feminine yang dimiliki Hoftsede lebih melengkapi peran jenis kelamin yang tumpang tindih. Tepatnya, perbedaan ini dalam mengenali kontribusi kemampuan perempuan di dalam aspek ekonomi yang kita percayai akan membedakan ciptaan kesejahteraan pada maskulin melawan budaya feminine. Dengan begitu, kita menyarankan sebagai berikut :

Hipotesa 4: Sebuah orentasi “maskulin” akan cenderung berdampak negatif pada pelaksanaan ekonomi nasional.



Peran Kebebasan

Di dalam menyelidiki hubungan ekonomi dan politik, para sarjana fokus pada urutan di dalam peristiwa ekonomi yang mempengaruhi hasil politik ( Hirschman, 1994). Hubungan ini telah diteliti dengan peningkatan level yang kaku dan hasil tidak seimbang secara dramatis. Przeworski dan Limongi (1993) meninjau ulang seluruh literatur yang belum selesai dengan hati – hati, dan ini tidak mampu untuk menetapkan hubungan yang dicari yang mungkin menjadi bagian tanggungjawab untuk penelitian yang kurang baru – baru ini. Sedangkan dampak langsung mungkin sulit untuk ditunjukkan, kita mengusulkan bahwa kebebasan politik dan ekonomi boleh lebih memainkan peran yang sulit dipisahkan daripada mengajukan sebelumnya. Kita menyarankan sebuah model cakupan lebih di dalam faktor budaya dan politik secara terus menerus yang memungkinkan berinteraksi atau tumbuh dengan hati – hati. Kita juga menyarankan pentingnya bebas dalam berekspresi yang mendasari faktor – faktor budaya yang mungkin menentukan meningkatnya perkembangan pasar nasional. Dengan begitu, kita membantah pengaruh kebaikan moderat melawan dampak langsung, pengintegrasin kultural dan preskektif statis di dalam sebuah cara yang unik. Kita mengusulkan sebagai berikut:

Hipotesa 5: Kebebasan politik dan ekonomi akan berinteraksi dengan faktor budaya, moderating konsekwensi budaya untuk pelaksanaan ekonomi nasional.

Ukuran dan Hasil

Pengujian 34 negara menyisakan kemandirian sejak data survey asli yang dimiliki Hofstede diterbitkan pada tahun 1980, hubungan analisis ( lihat Tabel 1) mengindikasikan bahwa, sebagaimana kita menghipotesakan, karakter budaya seperti meritocratic ( hipotesa 1; p<01),>

Tabel 1

Sedangkan tidak ada variabel kultur-level yang penting dicapai di dalam berbagai format kemunduran (lihat Model 1, Tabel 2, cara ini besar dalam kaitan negara – negara kita menggunakan sebagai level analisis dan berhubungan gerak analisa statistic sederhana untuk mendeteksi dampak yang berarti (lihat Cohen, 1992). Bagaimanapun, R2 (mengatur) dari .24 (p<10)>uncertainy avoidance (p<01)>

Tabel 2

Untuk lebih mengeksplor interaksi kebebasan dan budaya secara penuh, kita memperkerjakan analitik teknik sama yang mengikuti sebuah data median – split pada kebebasan indek status, Seperti bukti di Tabel 3, untuk 17 “free countries” di dalam contoh jarak kekuatan dan variabel individualism-collectivism terkait secara signifikan, korelasinya untuk pelaksanaan ekonomi nasional (p<10>

Tabel 3: Intercorrelation Matrix

Analisa kemunduran multiple pada contoh yang diuraikan menyebabkan variabel jarak kekuatan hilang ke dalam statistik yang tidak penting pada setengah contoh yang cuma – cuma, sedangkan individualism-collectivism (p<10)>uncertainty avoidance diterima secara signifikan (p<10)>

Tabel 4: Multple Regression Analysis

IMPLIKASI UNTUK MANAGER GLOBAL

Penelitian ini tersebar luas lebih awal bekerja pada budaya dan konsekwensi ekonominya dengan menginvestigasi peran yang memungkinkan dari faktor budaya di dalam mendorong atau menakut – nakuti pelaksanaan ekonomi nasional. Teori kita mengandaskan dalil pendukung empiris yang diterima di dalam beberapa kejadian, masing – masingnya penting bagi manager multinasional saat ini.

Pertama, ketika hal ini hadir pada pertumbuhan ekonomi dan perkembangan pasar, ini muncul jika tidak semua budaya diciptakan sama. Kita mendalilkan bahwa mobilitas sosial, psikologis independen dari individu, dan penekanan pada prakarsa, kesamaan, karakter inklusif dari budaya individualistik akan menyebabkan individu menerapkan kerja kerasnya, dimana ini akan menghasilkan sisa yang ada paling tinggi. Hipotesa score jarak kekuatan juga lebih tinggi muncul secara negative berhubungan dengan pertumbuhan pasar. Hak perempuan, kemandirian dari kekuatan dan kekuasaan, dan ditingkatkannya mobilitas berasal dari sebuah penolakan kepercayaan pada kekuatan semua ahli yang berkonspirasi untuk mendorong pertumbuhan. Dengan cara yang sama, kesediaan orang untuk beresiko (contoh incertainty avoidance) dan menerima konsekwensi dari munculnya resiko yang mereka ambil berhubungan dengan isu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Masyarakat yang bersifat kurang membatasi menandai perilaku, kesediaaan untuk menetapkan “truths” dan untuk mengadakan percobaan, untuk terlibat di dalamnya dan bertoleransi terlibat di dalam perilaku di luar kebiasaan lain, dan untuk menguasai atau tertarik dengan gagasan – gagasan di luar kebiasaan lain, semua muncul secara empiris mengikat positif pada pencapaian pasar.

Kedua, kita menyarankan bahwa untuk komunitas bisnis global, hubungan langsung ini mungkin cukup menyesatkan mereka sendiri. Kita lebih meningkatkan model cakupan di dalam faktor budaya dan politik yang berinterakasi secara berkelanjutan. Kita mengusulkan bahwa pentingnya bebas berekspresi mendasari faktor budaya yang mungkin menentukan kenaikan dari pelaksanaan ekonomi, membantah kebaikan dari pengaruh moderat melawan dampak utama. Pada sebuah basis geopolitical dan makroekonomi saran ini didukung. Setelah mempertimbangkan faktor level budaya, kegunaan beberapa dalil tentang syarat arah politik pertumbuhan pasar harus dipersoalkan. Jika pergerakan yang dimiliki suatu negara terhadap kebebasan individu lebih besar dipandang sebagai inti sari perkembangan politik, dan kemajuannya pada sebuah masyarakat yang makmur sebagai perkembangan ekonomi, penemuan persiapan ini terjadi pada beberapa peristiwa, dan barangkali meningkatkan pemahaman literatur ambigu kita secara empiris. Desakan Negara untuk “get their act together” dan menetapkan institusi demokratis untuk cara pemikiran kita, sangat berhadap-hadapan dengan martabat individu dan hak asasi manusia, bagaimanapun kebebasan muncul dengan sendirinya mempunyai sedikit pengaruh langsung secara ekonomi setelah budaya dipertimbangkan. Secara rinci, individualisme-kolektifisme, uncertainty avoidance, dan masculinity-femininity muncul untuk berinteraksi dengan kebebasan indek status pada komplek cara yang lebih baik. Secara relative negara bebas menemukan penghargaan berdasarkan jasa dan kurangnya penekanan pada anggota di dalam ataupun diluar dimungkinkan tumbuh lebih besar. Pada negara yang kurang bebas, keinklusifan muncul mengendalikan perkembangan.Salah satu tren yang menyolok di dalam dunia industri lebih dari dua dekade terlihat banyaknya perempuan menjadi pasar tenaga kerja, dan baru – baru ini dibayar lebih tinggi. Di dalam negara industri modern perkembangan ini mempengaruhi keluarga secara signifikan. ( contohnya, pengakuan dari pergeseran kedua), tempat kerja ( contohnya, pengenalan kebijakan kerja keluarga yang ramah) dan ekonomi ( contohnya, akses untuk menyatukan sebuah bakat yang lebih besar, meningkatkan ketersediaan tenaga kerja secara umum dan menimbang ulang mencampur home-provided, market-provided dan layanan), dan tren baru – baru ini menjanjikan perubahan peristiwa yang lebih besar.Contohnya, pada kebebasan relative, pertumbuhan Amerika Serikat tinggi secara relative, sepertiga dari semua perempuan menikah berpenghasilan lebih dibandingkan dengan suami mereka. Lebih dari itu, di Amerika Serikat lebih 20 persen perempuan lulusan universitas dibandingkan laki – laki (Elliot, 2001), meramalkan perubahan yang berarti di dalam ekonomi umum seperti halnya pada hubungan inter-personal. Sedangkan penelitian selanjutnya diperlukan untuk menggambarkan kesimpulan yang kuat, untuk memperluas masyarakat less-free lebih mengenali dan menggunakan penuh bakat bakat perempuan tersebut yang membawa pada tabel ekonomi, hasil kita mengindikasikan bahwa daya saing dan kesejahteraan mereka akan ditingkatkan. Seperti absen pengenalan, satu keinginan bagaimana bangsa akan bersaing.

Ketiga, dengan menghargai ekonomi sebagai sebuah sistem dari satu pemikiran, near-universality dari paradigma sukarela menukar pasar dan rasio seluruhnya, utility-maximizing dan otonomi individu membentuk perdebatan kebijakan publi diatas dunia. Bagaimanapun, menurut beberapa ekonom saat ini suatu pengalaman merupakan sesuatu dari sebuah krisis (Quddus, Glodsby & Farooque, 2000). Sedangkan penyebab dari krisis ini menghindari konsensus, keunggulan matematika, dan menyusun model yang sangat tinggi sebagai basis untuk ekonomi akademik – pada biaya sosiologis, politik, legal dan pertimbangan lain yang memungkinkan – mungkin dikontribusikan turun dengan baik. Ini menjadi jelas pada banyaknya kegagalan pendekatan sekarang yang menjelaskan kompleksitas dari pelaksanaan ekonomi di seluruh dunia sepenuhnya (Nelson, 1996; Fukuyama, 1995; Knack&Keefer, 1995), maupun hal ini cukup untuk menguraikan perilaku micro-level. Contohnya, budaya mungkin mempengaruhi fungsi objektif dan menghambat individu (Sama & Papamarcos, 2000), menjelaskan secara rasional utility-maximizing ekonomi neoklasikal, yang akan dianggap suatu perilaku yang membingungkan. Thiruvadanthai (2000) mengobservasi bahwa model ekonomi mengabaikan budaya membedakan kekhususan yang sederhana, dan teori, seperti yang dilakukan Simon ( 1976) lebih awal, bahwa agen ekonomi bertindak pada ketertarikan mereka sendiri di dalam menghambat kemampuan mereka, prosedur menggantikan secara rasional untuk subtansi, dan menggunakan heuristic dan peraturan umum sebagai panduan. Jadi, meskipun pelaku ekonomi mungkin terbatas secara rasional, panduan ini mungkin mempunyai sebuah basis budaya yang baik, dan mungkin mempengaruhi beberapa jumlah variabel (lihat contoh, Patterson, 2006). Menguji dimensi yang dimiliki Hoftsede dan bagaimanapun direfleksikan di dalam kebijakan ekonomi masyarakat, respon dan hasil normative, seperti halnya di dalam fungsi kegunaan yang dimiliki individu, memperluas lebih awal kerja ke dalam budaya dan organisasinya serta konsekwensi perilaku, dan mungkin menyediakan beberapa pengertian mendalam pada peran yang memungkinkannya di dalam mempengaruhi perkembangan pasar nasional. Menuangkan kembali ekonomi di dalam memperjelas teori intercultural yang menekankan pada sebuah pertalian profokatif. Pendekatan interdisipliner ini menyarankan bahwa nilai ekonomi mungkin meliputi nilai budaya, atau vice versa, dan ekonomi tersebut menfokuskan pada variable seperti produktifitas, tekhnologi, tingkat investasi, dan arus modal yang mungkin sedikit banyak tidak sempurna. Untuk itu kami menyarankan sebuah pandangan ekonomi yang meniadakan pengaruh budaya pada kegiatan dari agen ekonomi individu dan institusi yang membangun mereka dan mungkin tidak mencukupi, menyoroti kemungkinan dari kualiatatif selanjutnya seperti halnya pemeriksaan kuantitatif terhadap usaha pengembangan.

Keempat, pada level analisa lain yang dari agen pengembangan di seluruh dunia, “mental program” Hoftsede (1980) menyatakan kita semua membawa shirft pendek yang diberikan pada biaya yang besar, dari sebagian besar kepekaan diantara kita. Kita mengusulkan bahwa dalam membentuk strategi untuk mengurangi kemiskinan pada Dunia Ketiga, seperti halnya melanjutkan untuk meningkatkan standar kehidupan di dalam dunia industri, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan dampak budaya, dan barangkali proses perubahan budaya.Penelitian kita mengindikasikan bahwa tidak ada satu gaya pengembangan yang akan sesuai dengan semua keadaan, membedakan ekonomi, isntirusi, dan kondisi budaya yang lebih baik akan menentukan pendekatan di dalam masing – masing contohnya, membutuhkan, sebagaimana Throsby (2001) mengobservasi, “ sebuah orentasi ulang perkembangan pemikiran dari sebuah model seragam commodity-centered ….. terhadap sebuah satu human-centered yang pluralis” ( hal 72). Pada awalnya, dijelaskan mengapa beberapa komunitas mungkin tumbuh secara ambivalen dan membuat perkembangan pilihan yang berbeda, Ramsay (1996) menyarankan bahwa kita harus mengeksplor faktor varietas, yang meliputi kontek budaya dari masing – masing komunitas. Secara spesifik, nilai budaya dan praktek social mungkin membuat beberapa pilihan perkembangan yang memungkinkan sukses dan lain sebagainya. Dalam satu penelitian Ramsay mengusulkan proyek menentang, karena mereka merasa elit pada alam dan bertentangan dengan sebuah budaya antithetical untuk materi yang bersaing dan yang diperoleh.

Tentunya hubungan intrepetasi diusulkan di dalam kertas ini yang harus dibuat dengan hati – hati. Pasar dan budaya berubah, hubungan mereka dinamis, dan tentunya, masing – masing dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, meliputi demographic dan membantu di dalam komunitas global. Dengan berbagai pengaruh yang mungkin mengalir dalam berbagai arah secara simultan, sukses besar pada pekerjaan yang dilakukan.Bagaimanapun, abad 21 menawarkan sedikit, jika tidak meningkatkan kebutuhan untuk prespektif bisnis global, membuat usaha untuk memahami perbedaan kita dan menyamakan semua yang lebih bermanfaat.


Dimensi Kultural di dalam Kehidupan Manajerial

Kita mengetahui atau mempercayai bahwa sebagian besar budaya dan konsekwensinya memungkinkan untuk jalan hidup dan kerja kita berasal dari penelitian asli yang dimiliki Hofstede (1980) (Bing, 2004). Hofstede berpendapat bahwa “ orang membawa ‘program mental’ yang dikembangkan di dalam keluarga pada awal masa kanak – kanak dan diperkuat di dalam sekolah dan organisasi” ( hal 11). Percayalah bahwa program mental ini berisi sebuah komponen dari kebudayaan nasional, Hofstede memformulasikan sebuah model empiris empat dimensi dari perbedaan kebudayaan. Mengenali faktor – faktor yang meliputi jarak kekuatan, kolektivisme – individualisme, menghindari ketidak pastian dan sifat kelaki – lakian dan kewanitaan. Penelitian Hofstede merupakan jalur yang putus di dalam membedakan kebudayaan nasional secara konseptual dan menyarankan cara dimana perbedaan ini mungkin mempunyai konsekwnsi untuk organisasi dan orang. Penggunaan dari dimensinya tersebar luas di dalam penelitian perilaku dan organisasi yang merupakan kesaksian untuk keseluruhan pendekatan kerjanya. Pada akhir tahun, faktor – faktor kulturalnya telah dihubungkan dengan prespektif dan determinan etika bisnis (Schepers, 2006;Su, 2006;Smith&Hume,2005;Swaidan&hayes,2005), konsumen pembuat keputusan dan iklan(Mikhailitchenko&Whipple,2006;Bang,Raymond,Taylor&Moon,2005;Leo,Bennet&Hartel,2005;Malai&Speece,2005;Yoo&Donthu,2005), pengembangan produk baru (Garrett, Buisson&Yap,2006;Dwyer,Mesak&Hsu,2005), negosiasi internasional (McGinnis,2005;Rammal,2005), spekulasi gabungan (Ritchie,&Eastwood,2005), control manajemen (Garg&Ma,2005;Lere&Potz,2005), tekhnologi informasi (McCoy,Everard&Jones,2005),QA/TQM (Jabnoun&Khafaji,2005), hubungan industri (Black,2005), kepemimpinan (Littrel&Valentin,2005), dan pilihan perangsang (Rehu,Lusk&Wolff,2005). Sedangkan banyaknya replikasi jadi bukti terhadap validitas dan keandalan penemuannya (lihat Sondergaard, 1994), hal ini penting untuk mengenali bahwa jumlah kontroversi tertentu masih mengelilingi asal usul dimensi yang dimiliki Hofstede seperti halnya aplikasi mereka.

Jarak Kekuatan

Faktor jarak kekuatan Hofstede (1980) mengacu luas pada anggota dari sebuah masyarakat yang menerima bahwa kekuatan dan semua itu disatukan dengan distribusinya secara tidak merata.Menurut Hofstede, di dalam sebuah jarak kekuatan masyarakat atas sebuah order ketidaksamaan berada pada tempatnya atau pada semua orang; karakter ketergantungan mayoritas anggota masyarakat, dan ketergantungan pilihan minoritas; atasan dan bawahan dibedakan di dalam cara hirarki; dan kekuatan merupakan sebuah fakta dasar dari masyarakat yang menanggali bagus atau jelek. Di dalam sebuah contoh masyarakat, pemilik kekuatan diberi hak perlakuan khusus menolak kekuatan; memaksa dan mengacu kekuatan yang ditentukan; yang lain dipandang seperti sebuah ancaman satu kekuatan dan jarang dipercaya; dan karakter hubungan konfilk tersembunyi antara kekuatan dan kekuasaan. Di dalam sebuah jarak kekuatan masyarakat bawah, kepercayaan ketidaksamaan yang ada diperkecil; saling ketergantungan anggota menggantikan ketergantungan mayoritas; atasan dan bawahan dipertimbangkan/dianggap sama; dan semua anggota mempunyai hak yang sama.Apalagi di dalam jarak kekuatan masyarakat bawah yang sah dan luas, ditekankan kekuatan; orang pada berbagai macam level kurang diancam/ditekan dan lebih dipersiapkan untuk mempercayai satu sama lain;dan harmoni yang tersembunyi berada diantara kekuatan dan kekuasaan. Berdasarkan struktur yang kaku dan karakter hubungan dari kebudayaan jarak kekuatan atas, keengganan kekuatan relative untuk menilai kekuatan lain yang kurang mengarah/membawa pada tabel ekonomi, dan menerima instrinsik oleh korban – korbannya dari diskriminasi sistematik ini, kita menawarkan hipotesis berikut:

Hipotesa 1: Tingginya jarak kekuatan akan cenderung mempengaruhi pencapaian ekonomi nasional secara negative.

Individualism - Collectivism

Menurut Hofstede (1980), level individualisme atau kolektifisme menandai sebuah kebudayaan yang mencerminkan hubungan antara individu dan kolektif, yang mana berlaku di dalam masyarakat tersebut. Individualisme yang tinggi menyiratkan sebuah pilihan untuk membuat kerangka sosial secara bebas, yang mana orang diharapkan untuk menjaga diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja. Kolektifisme mengindikasikan sebuah pilihan untuk membuat sebuah kerangka sosial, yang mana individu merupakan kesatuan di dalam sebuah keluarga besar secara emosional atau di dalam kelompok lain yang akan melindungi mereka di dalam pertukaran kesetiaan yang tidak dipertanyakan.Di dalam kebudayaan individu orentasi – diri ini, atau kesadaran “Saya”, mengakibatkan sebuah emosi kemandirian dari individu dari dari organisasi dan institusi. Kebudayaan kolektif disifatkan dengan sebuah kesadaran “kami” yang diterjemahkan ke dalam ketergantungan emosional individu dalam masyarakat; sebuah perasaan memiliki; keinginan bawahan dari seorang individu dan sebuah kehidupan pribadi; serta sebuah kepercayaan khusus secara krusial menilai standar tersebut yang membedakan anggota di dalam dan di luar kelompok. Kita menyarankan bahwa mobilitas sosial, pencarian terhadap ketertarikan itu sendiri, ketergantungan psikologis individu, penekanan pada suatu inisiatip, prestasi dan sifat adil dari kebudayaan individu akan menyebabkan individu melaksanakan kerjanya, dimana hal ini akan memperoleh penghasilan tinggi yang telah tersedia. Sebaliknya, perbedaan di dalam ataupun di luar kelompok begitu kuat dipelihara di dalam budaya koletif yang akan menjadikan ketidakmampuan sebagian besar orangnya, khususnya untuk orang yang secara tradisional kurang mengakses tingkat kekuatannya. Kemudian, kita menyarankan sebagai berikut:

Hipotesa 2: Sebuah orentasi kolektif cenderung akan mempengaruhi pelaksanaan ekonomi nasional.

Uncertainty Avoidance

Uncertainty Avoidance/menghindari ketidakpastian menyebar luas kepada orang di dalam sebuah masyarakat yang merasa terancam oleh situasi yang ambigu dan tidak terstruktur. Hofstede (1980) menemukan bahwa kegelisahan ini terungkap dengan sendirinya dalam emosionalitas dan cederung agresif. Pada masyarakat atas, uncertainty avoidance sudah menjadi sifat dalam kehidupan yang dianggap seperti sebuah ancaman terus menerus yang harus dijawab, dan disana eksis keduanya, konflik dan kompetisi lepas secara agresif, dan untuk itu seharusnya menghindari kekuatan untuk konsensus. Sebaliknya, di dalam masyarakat bawah, uncertainty avoidance merupakan perilaku kehidupan yang lebih mudah diterima dan hampir setiap hari datang; terdapat sebuah kepercayaan bahwa konflik dan kompetisi dapat berisi sebuah tingkatan permainan yang adil dan digunakan secara konstruktif; dan tersedia dampak yang lebih besar, berselisih faham, dan untuk hidup dengan sedikit aturan yang memungkinkan. Berdasarkan kecepatan dan ketidak berlanjutannya perubahan waktu hidup kita, keinginan dari masyarakat atas dalam uncertainty avoidance beresiko dan menyelidiki struktur alternative, hubungan dan proses, kita menawarkan hipotesa berikut:

Hipotesa 3: Uncertainty Avoidance yang tinggi akan cenderung berdampak negatif pada pelaksanaan ekonomi nasional.

Masculinity – Femininity

Hoftsede ( 1980) memilih istilah “masculinity “ dan “ femininity” untuk membedakan budaya berdasarkan perbandingan item faktor ini yang salah satunya merupakan yang bernasib sial. Masing – masing uraian yang dibawanya, menyiratkan jauh, peran sex tiruan yang mungkin tidak akurat dan bertentangan, yang mana politik yang tidak penting terbangun. Barangkali ini merupakan dimensi Hoftsede yang salah dimengerti (Rich, 2000), dan Hoftsede sendiri kembali mengingatkan pembacanya bahwa femininity tidak sama ideal seperti feminisme. Laki – laki diharapkan untuk bersaing dan bertindak dengan tegas dan kuat. Perempuan diharapkan lebih lembut, yang merupakan sisi emosional dari kehidupan. Corak masyarakat feminine yang dimiliki Hoftsede lebih melengkapi peran jenis kelamin yang tumpang tindih. Tepatnya, perbedaan ini dalam mengenali kontribusi kemampuan perempuan di dalam aspek ekonomi yang kita percayai akan membedakan ciptaan kesejahteraan pada maskulin melawan budaya feminine. Dengan begitu, kita menyarankan sebagai berikut :

Hipotesa 4: Sebuah orentasi “maskulin” akan cenderung berdampak negatif pada pelaksanaan ekonomi nasional.

Peran Kebebasan

Di dalam menyelidiki hubungan ekonomi dan politik, para sarjana fokus pada urutan di dalam peristiwa ekonomi yang mempengaruhi hasil politik ( Hirschman, 1994). Hubungan ini telah diteliti dengan peningkatan level yang kaku dan hasil tidak seimbang secara dramatis. Przeworski dan Limongi (1993) meninjau ulang seluruh literatur yang belum selesai dengan hati – hati, dan ini tidak mampu untuk menetapkan hubungan yang dicari yang mungkin menjadi bagian tanggungjawab untuk penelitian yang kurang baru – baru ini. Sedangkan dampak langsung mungkin sulit untuk ditunjukkan, kita mengusulkan bahwa kebebasan politik dan ekonomi boleh lebih memainkan peran yang sulit dipisahkan daripada mengajukan sebelumnya. Kita menyarankan sebuah model cakupan lebih di dalam faktor budaya dan politik secara terus menerus yang memungkinkan berinteraksi atau tumbuh dengan hati – hati. Kita juga menyarankan pentingnya bebas dalam berekspresi yang mendasari faktor – faktor budaya yang mungkin menentukan meningkatnya perkembangan pasar nasional. Dengan begitu, kita membantah pengaruh kebaikan moderat melawan dampak langsung, pengintegrasin kultural dan preskektif statis di dalam sebuah cara yang unik. Kita mengusulkan sebagai berikut:

Hipotesa 5: Kebebasan politik dan ekonomi akan berinteraksi dengan faktor budaya, moderating konsekwensi budaya untuk pelaksanaan ekonomi nasional.

Ukuran dan Hasil

Pengujian 34 negara menyisakan kemandirian sejak data survey asli yang dimiliki Hofstede diterbitkan pada tahun 1980, hubungan analisis ( lihat Tabel 1) mengindikasikan bahwa, sebagaimana kita menghipotesakan, karakter budaya seperti meritocratic ( hipotesa 1; p<01),>

Tabel 1

Sedangkan tidak ada variabel kultur-level yang penting dicapai di dalam berbagai format kemunduran (lihat Model 1, Tabel 2, cara ini besar dalam kaitan negara – negara kita menggunakan sebagai level analisis dan berhubungan gerak analisa statistic sederhana untuk mendeteksi dampak yang berarti (lihat Cohen, 1992). Bagaimanapun, R2 (mengatur) dari .24 (p<10)>uncertainy avoidance (p<01)>

Tabel 2

Untuk lebih mengeksplor interaksi kebebasan dan budaya secara penuh, kita memperkerjakan analitik teknik sama yang mengikuti sebuah data median – split pada kebebasan indek status, Seperti bukti di Tabel 3, untuk 17 “free countries” di dalam contoh jarak kekuatan dan variabel individualism-collectivism terkait secara signifikan, korelasinya untuk pelaksanaan ekonomi nasional (p<10>

Tabel 3: Intercorrelation Matrix

Analisa kemunduran multiple pada contoh yang diuraikan menyebabkan variabel jarak kekuatan hilang ke dalam statistik yang tidak penting pada setengah contoh yang cuma – cuma, sedangkan individualism-collectivism (p<10)>uncertainty avoidance diterima secara signifikan (p<10)>

Tabel 4: Multple Regression Analysis

IMPLIKASI UNTUK MANAGER GLOBAL

Penelitian ini tersebar luas lebih awal bekerja pada budaya dan konsekwensi ekonominya dengan menginvestigasi peran yang memungkinkan dari faktor budaya di dalam mendorong atau menakut – nakuti pelaksanaan ekonomi nasional. Teori kita mengandaskan dalil pendukung empiris yang diterima di dalam beberapa kejadian, masing – masingnya penting bagi manager multinasional saat ini.

Pertama, ketika hal ini hadir pada pertumbuhan ekonomi dan perkembangan pasar, ini muncul jika tidak semua budaya diciptakan sama. Kita mendalilkan bahwa mobilitas sosial, psikologis independen dari individu, dan penekanan pada prakarsa, kesamaan, karakter inklusif dari budaya individualistik akan menyebabkan individu menerapkan kerja kerasnya, dimana ini akan menghasilkan sisa yang ada paling tinggi. Hipotesa score jarak kekuatan juga lebih tinggi muncul secara negative berhubungan dengan pertumbuhan pasar. Hak perempuan, kemandirian dari kekuatan dan kekuasaan, dan ditingkatkannya mobilitas berasal dari sebuah penolakan kepercayaan pada kekuatan semua ahli yang berkonspirasi untuk mendorong pertumbuhan. Dengan cara yang sama, kesediaan orang untuk beresiko (contoh incertainty avoidance) dan menerima konsekwensi dari munculnya resiko yang mereka ambil berhubungan dengan isu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Masyarakat yang bersifat kurang membatasi menandai perilaku, kesediaaan untuk menetapkan “truths” dan untuk mengadakan percobaan, untuk terlibat di dalamnya dan bertoleransi terlibat di dalam perilaku di luar kebiasaan lain, dan untuk menguasai atau tertarik dengan gagasan – gagasan di luar kebiasaan lain, semua muncul secara empiris mengikat positif pada pencapaian pasar.

Kedua, kita menyarankan bahwa untuk komunitas bisnis global, hubungan langsung ini mungkin cukup menyesatkan mereka sendiri. Kita lebih meningkatkan model cakupan di dalam faktor budaya dan politik yang berinterakasi secara berkelanjutan. Kita mengusulkan bahwa pentingnya bebas berekspresi mendasari faktor budaya yang mungkin menentukan kenaikan dari pelaksanaan ekonomi, membantah kebaikan dari pengaruh moderat melawan dampak utama. Pada sebuah basis geopolitical dan makroekonomi saran ini didukung. Setelah mempertimbangkan faktor level budaya, kegunaan beberapa dalil tentang syarat arah politik pertumbuhan pasar harus dipersoalkan. Jika pergerakan yang dimiliki suatu negara terhadap kebebasan individu lebih besar dipandang sebagai inti sari perkembangan politik, dan kemajuannya pada sebuah masyarakat yang makmur sebagai perkembangan ekonomi, penemuan persiapan ini terjadi pada beberapa peristiwa, dan barangkali meningkatkan pemahaman literatur ambigu kita secara empiris. Desakan Negara untuk “get their act together” dan menetapkan institusi demokratis untuk cara pemikiran kita, sangat berhadap-hadapan dengan martabat individu dan hak asasi manusia, bagaimanapun kebebasan muncul dengan sendirinya mempunyai sedikit pengaruh langsung secara ekonomi setelah budaya dipertimbangkan. Secara rinci, individualisme-kolektifisme, uncertainty avoidance, dan masculinity-femininity muncul untuk berinteraksi dengan kebebasan indek status pada komplek cara yang lebih baik. Secara relative negara bebas menemukan penghargaan berdasarkan jasa dan kurangnya penekanan pada anggota di dalam ataupun diluar dimungkinkan tumbuh lebih besar. Pada negara yang kurang bebas, keinklusifan muncul mengendalikan perkembangan.Salah satu tren yang menyolok di dalam dunia industri lebih dari dua dekade terlihat banyaknya perempuan menjadi pasar tenaga kerja, dan baru – baru ini dibayar lebih tinggi. Di dalam negara industri modern perkembangan ini mempengaruhi keluarga secara signifikan. ( contohnya, pengakuan dari pergeseran kedua), tempat kerja ( contohnya, pengenalan kebijakan kerja keluarga yang ramah) dan ekonomi ( contohnya, akses untuk menyatukan sebuah bakat yang lebih besar, meningkatkan ketersediaan tenaga kerja secara umum dan menimbang ulang mencampur home-provided, market-provided dan layanan), dan tren baru – baru ini menjanjikan perubahan peristiwa yang lebih besar.Contohnya, pada kebebasan relative, pertumbuhan Amerika Serikat tinggi secara relative, sepertiga dari semua perempuan menikah berpenghasilan lebih dibandingkan dengan suami mereka. Lebih dari itu, di Amerika Serikat lebih 20 persen perempuan lulusan universitas dibandingkan laki – laki (Elliot, 2001), meramalkan perubahan yang berarti di dalam ekonomi umum seperti halnya pada hubungan inter-personal. Sedangkan penelitian selanjutnya diperlukan untuk menggambarkan kesimpulan yang kuat, untuk memperluas masyarakat less-free lebih mengenali dan menggunakan penuh bakat bakat perempuan tersebut yang membawa pada tabel ekonomi, hasil kita mengindikasikan bahwa daya saing dan kesejahteraan mereka akan ditingkatkan. Seperti absen pengenalan, satu keinginan bagaimana bangsa akan bersaing.

Ketiga, dengan menghargai ekonomi sebagai sebuah sistem dari satu pemikiran, near-universality dari paradigma sukarela menukar pasar dan rasio seluruhnya, utility-maximizing dan otonomi individu membentuk perdebatan kebijakan publi diatas dunia. Bagaimanapun, menurut beberapa ekonom saat ini suatu pengalaman merupakan sesuatu dari sebuah krisis (Quddus, Glodsby & Farooque, 2000). Sedangkan penyebab dari krisis ini menghindari konsensus, keunggulan matematika, dan menyusun model yang sangat tinggi sebagai basis untuk ekonomi akademik – pada biaya sosiologis, politik, legal dan pertimbangan lain yang memungkinkan – mungkin dikontribusikan turun dengan baik. Ini menjadi jelas pada banyaknya kegagalan pendekatan sekarang yang menjelaskan kompleksitas dari pelaksanaan ekonomi di seluruh dunia sepenuhnya (Nelson, 1996; Fukuyama, 1995; Knack&Keefer, 1995), maupun hal ini cukup untuk menguraikan perilaku micro-level. Contohnya, budaya mungkin mempengaruhi fungsi objektif dan menghambat individu (Sama & Papamarcos, 2000), menjelaskan secara rasional utility-maximizing ekonomi neoklasikal, yang akan dianggap suatu perilaku yang membingungkan. Thiruvadanthai (2000) mengobservasi bahwa model ekonomi mengabaikan budaya membedakan kekhususan yang sederhana, dan teori, seperti yang dilakukan Simon ( 1976) lebih awal, bahwa agen ekonomi bertindak pada ketertarikan mereka sendiri di dalam menghambat kemampuan mereka, prosedur menggantikan secara rasional untuk subtansi, dan menggunakan heuristic dan peraturan umum sebagai panduan. Jadi, meskipun pelaku ekonomi mungkin terbatas secara rasional, panduan ini mungkin mempunyai sebuah basis budaya yang baik, dan mungkin mempengaruhi beberapa jumlah variabel (lihat contoh, Patterson, 2006). Menguji dimensi yang dimiliki Hoftsede dan bagaimanapun direfleksikan di dalam kebijakan ekonomi masyarakat, respon dan hasil normative, seperti halnya di dalam fungsi kegunaan yang dimiliki individu, memperluas lebih awal kerja ke dalam budaya dan organisasinya serta konsekwensi perilaku, dan mungkin menyediakan beberapa pengertian mendalam pada peran yang memungkinkannya di dalam mempengaruhi perkembangan pasar nasional. Menuangkan kembali ekonomi di dalam memperjelas teori intercultural yang menekankan pada sebuah pertalian profokatif. Pendekatan interdisipliner ini menyarankan bahwa nilai ekonomi mungkin meliputi nilai budaya, atau vice versa, dan ekonomi tersebut menfokuskan pada variable seperti produktifitas, tekhnologi, tingkat investasi, dan arus modal yang mungkin sedikit banyak tidak sempurna. Untuk itu kami menyarankan sebuah pandangan ekonomi yang meniadakan pengaruh budaya pada kegiatan dari agen ekonomi individu dan institusi yang membangun mereka dan mungkin tidak mencukupi, menyoroti kemungkinan dari kualiatatif selanjutnya seperti halnya pemeriksaan kuantitatif terhadap usaha pengembangan.

Keempat, pada level analisa lain yang dari agen pengembangan di seluruh dunia, “mental program” Hoftsede (1980) menyatakan kita semua membawa shirft pendek yang diberikan pada biaya yang besar, dari sebagian besar kepekaan diantara kita. Kita mengusulkan bahwa dalam membentuk strategi untuk mengurangi kemiskinan pada Dunia Ketiga, seperti halnya melanjutkan untuk meningkatkan standar kehidupan di dalam dunia industri, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan dampak budaya, dan barangkali proses perubahan budaya.Penelitian kita mengindikasikan bahwa tidak ada satu gaya pengembangan yang akan sesuai dengan semua keadaan, membedakan ekonomi, isntirusi, dan kondisi budaya yang lebih baik akan menentukan pendekatan di dalam masing – masing contohnya, membutuhkan, sebagaimana Throsby (2001) mengobservasi, “ sebuah orentasi ulang perkembangan pemikiran dari sebuah model seragam commodity-centered ….. terhadap sebuah satu human-centered yang pluralis” ( hal 72). Pada awalnya, dijelaskan mengapa beberapa komunitas mungkin tumbuh secara ambivalen dan membuat perkembangan pilihan yang berbeda, Ramsay (1996) menyarankan bahwa kita harus mengeksplor faktor varietas, yang meliputi kontek budaya dari masing – masing komunitas. Secara spesifik, nilai budaya dan praktek social mungkin membuat beberapa pilihan perkembangan yang memungkinkan sukses dan lain sebagainya. Dalam satu penelitian Ramsay mengusulkan proyek menentang, karena mereka merasa elit pada alam dan bertentangan dengan sebuah budaya antithetical untuk materi yang bersaing dan yang diperoleh.

Tentunya hubungan intrepetasi diusulkan di dalam kertas ini yang harus dibuat dengan hati – hati. Pasar dan budaya berubah, hubungan mereka dinamis, dan tentunya, masing – masing dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, meliputi demographic dan membantu di dalam komunitas global. Dengan berbagai pengaruh yang mungkin mengalir dalam berbagai arah secara simultan, sukses besar pada pekerjaan yang dilakukan.Bagaimanapun, abad 21 menawarkan sedikit, jika tidak meningkatkan kebutuhan untuk prespektif bisnis global, membuat usaha untuk memahami perbedaan kita dan menyamakan semua yang lebih bermanfaat.


Soal Bahasa Inggris 4 Elementary School

Subject : ENGLISH
Grade : 2
Semester : 2
Name : ________________________
  1. Fill in the blank below with correct answer! ( isilah dengan jawaban yang benar!)
  1. I and my mother go to market by ____________________ ____ ( sepeda motor ).
  2. I like wear ______________ ( kaos ) and _______________ ( celana pendek).
  3. My uncle goes to Singapore by _________________ ( pesawat).
  4. Indonesia’s flag is ______________ ( merah ) and _____________ (putih).
  5. They go to department store to buy _______________ ( jaket ) and ____________ ( jas hujan).
  1. Match them!(hubungkan!)
  1. Vespa ( _______) a. Cart
  2. Becak ( _______ ) b. Kapal laut
  3. Andong ( _______ ) c. Scooter
  4. Helikopter ( _______ ) d. Pedicab
  5. Ship ( _______ ) e. Helicopter
  1. Change into Indonesian in the bracket! (ubahlah dalam Bhs. Indonesia yang ada di dalam kurung!)
I buy ___________ ( celana panjang ) in a shop. My mother chooses ___________
( biru ) dress. My mother also buy ______________ ( baju ) for my father. The color is ________ (putih).We go home happily by ____________ ( sepeda motor ).
  1. Arrange these words and write in Indonesian!
  1. r – g – e – y = ________________ = ____________
  2. c – j – a – t – k – e = _______________ = ___________
  3. r – t – c – a = _______________ = __________
  4. b – l – c – k – a = ____________ = ___________
  5. w – s – t – e – a – e – r = _________________ = ____________
  1. Arrange these words!( susunlah kata – kata berikut!)
  1. r – t – n – a – i = _____________
  2. b – s – u = _____________
  3. t – r – a – c = _____________
  4. p – s – h – i = ____________
  5. o – o – e – c – s – t = __________
  6. k – i – b – e = _____________
  7. p – e – l – a – n = ____________
  8. d – c – p – e – b – i – a = _________________
  9. t – f – o – o n – o = _____________
  10. r – r – c – i – a – e – g – a = ___________







Subject : ENGLISH
Grade : 2
Semester : 2
  1. Choose the best answer! ( pilihlah jawaban yang benar!)
  1. Kuning a. Blue
b. red
c. yellow
2. kapal laut a. Ship
b. train
c. bike
3. jas hujan a. Dress
b. skirt
c. coat
4. jalan a. On foot
b. street
c. traffic light
5. jalan kaki a. Street
b. on foot
c. light
B. Fill in the blank with correct answer!
1. I am __________ ( kecil ).
2. My father is __________ ( tinggi ).
3. That is very _____________ ( cepat ).
4. The dictionary is _________ ( tebal).
5. This paper is ___________ ( tipis ).
6. The elephant is ______ (besar).
7. The sofa is _________ (lembut).
8. The ant walks __________ (pelan).
9. I want to be __________ ( bagus) boy.
10. I dont want be __________ (jelek) child.
C. Arrange these words!
1. o – y – o – y = ________
2. e – t - s – c – k – h – i – t – e – n = ______________
3. w – e – n = __________
4. d – o – l = __________
5. l – l – d – o = ____________
6. a – b – l – l = _________
7. d – d – l – a – e – r – n – s – e – a – k = ____________
8. m – b – l – a- n – c – e – u = _____________
9. o – t – m – o - c – l – e- y - c -r = ________
10. z – z – l – p – u – e = ________
D. Write in English!
1. Kaos = _________________
2. Sepatu = ____________
3. Topi = ____________
4. Gemuk = ____________
5. Panjang = ______________








RESTRUKTURISASI PENDIDIKAN DI AMERIKA SERIKAT

RESTRUKTURISASI PENDIDIKAN DI AMERIKA SERIKAT


Sekolah-sekolah negeri kita saat ini ditata untuk melayani kebutuhan masyarakat yang sederhana”, begitu diungkap oleh Futrell. Ruang kelas yang besar, dengan kursi yang ditata berjenjang, instruksi guru yang terpusat, disiplin ketat, pembuatan keputusan yang terpusat, dan ujian standar semuanya mewakili asumsi abad ke-19 tentang sekolah.

Pada tahun 1983 seiring dengan publikasi A National at Risk, konsep tentang restrukturisasi pendidikan mulai dilakukan. Restrukturisais yang harus terjadi untuk mendukung lingkungan sosial dan politik, menyarakan pergerakan nasional untuk mereformasi organisasi dan manajemen bersama-sama dengan proses dan isi dari pembelajaran. Restrukturisasi bermanakan kualitas yang holistik secara mendalam.


PERUBAHAN AGENDA NASIONAL

Selama separuh abad pertama, strategi yang dominan dalam peruibahan pendidikan adalah model difusi inovasi yang pertama-tama dilakukan pada sektor pertanian.

Bersama-sama dengan model inovasi difusi tersebut, setidaknya ada tiga proses yang saling berhubungan yang berdampak signifikan terhadap proses perubahan didalam pendidikan Amerika pada abad ke-20, yaitu: (1) Tata kelola (governance), (2) finance, dan (3) kurikulum dan instruksi.


1950an: Tantangan bagi Kontrol Lokal

Ada dua peristiwa besar pada tahun 1950an terkait dengan dasar dari kontrol lokal. Pertama adalah keputusan Pengadilan Tinggi tahun 1954, antara Brown versus Dewan Pendidikan, yang akhirnya menetapkan hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan bagi minoritas serta pihak-pihak yang secara historis menjadi korban dari sistem sekolah lokal.

Satelit Soviet terkenal, Sputnik, secara signifikan mempengaruhi sistem pendidikan Amerika Serikat.

Perubahan signifikan dari pendidikan tradisional berarti bahwa program-program akademik baru dikembangkan oleh “pihak luar” yang memiliki maksud untuk membuat diri mereka didalam sekolah-sekolah lokal.


Tahun 1960an: Ledakan Beragam Ekspektasi

Agenda pendidikan nasional sudah mengalami perubahan dramatis selama tahun 1960an. John F. Kennedy’s New Frontier dan Lyndon B. Johnson’s Great Society membuat tujuan-tujuan dan prioritas-prioritas baru didalam bidang pendidikan serta akses yang lebih besar terhadap proses pembuatan keputusan.


Tahun 1970an: AKUNTABILITAS

Gangguan sosial dan pendidikan pada tahun 1960an mulai stabil pda tahun 1970an. Leon Lissinger menulis, “Akuntabilitas adalah sin qua non bagi pendidikan pada tahun 1970an”.

Negara, legislator, pembayar pajak, dan orang tua semuanya memiliki posisi sebagai pendidik.

California adalah satu dari negara bagian pertama yang menetapkan legislasi yang ditujukan untuk keterbukaan proses belajar mengajar di kelas, yang ditujukan untuk guru sendiri maupun untuk murid.


Tahun 1980an: Pergerakan Menuju Restrukturisasi

Penetapan Agenda

Pada awal 1980a, ada tiga kekuatan yang diberikan untuk memberikan lompatan dramatis bagi pergerakan restrukturisasi pendidikan. Ketakutan, harapan, dan aktivitas nasional dari A Nation at Risk, yang merupakan cita-cita pendidikan, dan agenda politik dari pemerintahan Reagan semuanya nampaknya berjalan dengan sangat bagus.

Gelombang harapan tentang pendidikan murah dengan kualitas yang bagus banyak mendapatkan kritik. Bill Honig menangkap esensi dari berbagai respon yang ada. “Presiden Berujar, ‘Anda hanya memerlukan hati’. Beliau tidak pernah membuat pernyataan tentang militer. Dapatkah anda bayangkan pernyataan beliau didalam peperangan, ‘Ok, anda tidak memiliki alat perang yang memadahi dan tidak pernah ikut pelatihan perang, namun jika anda memiliki hati, cukupkah anda bisa memenangi peperangan tersebut?”


Gelombang Reformasi Pertama: 1983 - 1986

Gelombang reformasi pertama didasarkan kepada premis bahwa masalah pendidikan dari suatu negara dapat terarah kepada masalah rendahnya standar akaedmei dan buruknya kualitas instruksi.

Reformasi pertama dalam beidnag pendidikan sering diciirkan oleh top down. Yaitu pemerintah negara bagian mengontrol proses reformasi dan membuat para pendidik “mengambil obat-obatan mereka”, artinya sarana dan prasarana serta insentif bagi pendidik.

Pemerintah negara bagian mulai menghasilkan kerangka kurikulum model yang rinci.


Kenaikan Gaji

Jadi jelasnya, untuk bisa kompetitif dengan berbagai sektor dan untuk mendapatkan lulusan terbaik maka institusi pendidikan wajib memperbaiki struktur gajinya.

Didalam usaha agar bisa bersaing secara efektif, negara bagian cenderung untuk “bottom load” untuk kenaikan gajinya.

Untuk memperbaiki skala gaji standar, dan untuk mencapai yang terbaik maka, sistem kompensasi berbasis kinerja diperkenalkan.


Merit Pay

Masalah yang dihadapi didalam merit pay adalah penentuan tentang apakah standar yang bisa dipakai. Malah semakin rumit karena biasanya kuota guru diberi imbalan berdasarkan evaluasi kinerja subyektif.

Rencana merit pay ini ditolak pada pertengahan 1980an, karena guru tidak percaya dengan sistem tersebut.


Perbedaan Staffing Pengajar

Berdasarkan rubric perbedaan staffing, kita bisa menemukan banyak sekali nama program, Namun pada umumnya program tersebut bisa dibagi kedalam: career ladders, mentor, master, atau lead teacher.

Career ladders mempromosikan pandangan bahwa guru harus menjadi suatu karir dan bukan pekerjaan.

Master, mentor dan lead teacher adalah istilah yang biasanya digunakan secara bergantian. Perannya ditujukan untuk memperkuat guru namun bukan untuk membuat kerangka bagi struktur karir lulusan.

Hujan kritik terhadap sistem ini pun tidak bisa dikatakan sedikit. Kritik tersebut terutama tertuju kepada pembuatan hirarki guru yang pada akhirnya akan membuat kontrol terpusat dan membentuk lapisan-lapisan birokrasi yang lebih banyak serta pembatasan guru.


Persiapan Guru

Banyak negara bagian yang mengadopsi perubahan restrukturisasi dengan mengisi guru-guru yang memiliki kualitas bagus. Guru-guru prospektif banyak yang dirangking rendah didalam test SAT, dengan nilai yang berada di kuartil bawah.

Negar abagian melakukan tes kompetensi yang akhirnya hasilnya sangat tidak cocok dengan kenyataan.

Resertifikasi guru memainkan peran penting didalam memperbaiki kualitas belajar mengajar.


Akuntabilitas

Pendekatan top-down tentu akan mempengaruhi akuntabilitas. Penekanan ini tidak berakhir dengan gelombang pertama namun berlangsung selama beberapa dekade.

Sekretaris Pendidikan, William Bennett mendefinisikan tentang akuntabilitas didalam bidang pendidikan. “Berilah imbalan atas keberhasilan, bukan kegagalan. Tutup sekolah-sekolah yang gagal atau ganti personel-pesonelnya. Ancam guru-guru yang tidak kompeten. Ancam kepala sekolah yang tidak peduli dengan pekerjaan mereka. Ganti mereka dengan orang-orang yang memiliki visi dan komitmen bagus”.


Kebangkrutan Bidang Pendidikan

Reformasi gelombang pertama dalam bidang pendidikan memulai babak baru usaha-usaha untuk menghancurkan tempat-tempat pendidikan yang memang tidak memiliki kualitas bagus, hal ini sama seperti yang dialami oleh dunia perbankan.

Pada akhir 1989, delapan negara bagian sudah memberlakukan status kebangkrutan dalam pendidikan. Tiap-tiap negara bagian memerintahkan distrik lokal untuk melakukan evaluasi secara periodik.

Jika suatu lembaga pendidikan di distrik tersebut ditemukan selalu berada dalam kualitas buruk, dan tidak ada kemungkinan untuk diperbaiki, maka harus segera diberi sanksi dan dinyatakan bangkrut.


Kesimpulan: Gelombang Pertama

Gelombang pertama dalam reformasi pendidikan di AS dimulai adpa thaun 1980an yang terutama dilakukan pada tingkat pemerintah negara bagian.

Pada pertengahan tahun 1980an, reformasi tidak berhenti di tengah jalan, terutama masalah pengajaran (untuk guru) dan proses belajar mengajar.


Gelombang Reformasi Babak KeduaL 1986 – 1990an dan berikutnya

Jika gelombang pertama reformasi pendidikan lebih banyak mengidentifikasikan guru sebagai sumber Masalahnya, maka gelombang kedua lebih banyak diarahkan untuk mencari solusinya.

Berbagai usaha yang dilakukan diarahkan untuk memperbaiki status profesional guru dan memberikan kepada mereka lebih banyak otonomi, pelatihan, kepercayaan kesempatan ….

Manajemen Berbasis Sekolah

Pemberdayaan menjadi Manajemen Berbasis Sekolah ( SBM) bagi guru untuk sekolah.Setiap sekolah diberikan kebebasan dan fleksibilitas yang dibutuhkan untuk merespon secara kreatif untuk objek pendidikannya, dan hal tersebut berhadapan dengan kebutuhan siswa. Berbagai model SBM muncul di sekeliling negara pada akhir tahun 1980an, akan tetapi empat program muncul, seperti untuk menetapkan parameter kunci. Sistem Dade County Public adalah sekolah daerah terbesar keempat di Amerika Serikat. Pada bulan Juli 1986 papan sekolah membuktikan sebuah program pilot pada 32 dari 272 sekolah yang disebut Sekolah Berbasis Manajemen/School-Based Manajemen atau Membuat Keputusan Bersama/Shared Decision Making (SBM/SDM) – yang pertama untuk mempertimbangkan manajemen dan kedua untuk guru. Pilot program bekerja seperti sebuah kolaborasi usaha dengan system perserikatan kepemimpinan pengurus dan guru.

Model Dade County menetapkan lingkaran kepemimpinan ( diperagakan setelah lingkaran kualitas pabrik Jepang) dari guru yang mempelajari isu yang meliputi keputusan anggaran, staff dan program akademik.

Catatan pokok dari model Dade County adalah tidak ada kekuatan asli yang telah ditransformasikan dari pengurus sekolah pada guru sekolah.Guru bertindak di dalam sebuah kapasitas penasehat, sekalipun hanya dalam 18 bulan pertama belajar, laporan utama bahwa mereka telah membuktikan hamper semua keputusan ditujukan oleh guru dalam lingkaran kepemimpinan.Bagaimanapun, prinsip cadangan berhak untuk mengatakan akhir dalam semua permasalahan.

East Baton Rouge Parish School System di Lousiana mengadopsi sebuah system manajemen berbasis- sekolah pada tahun 1988, yang diharapkan akan meningkatkan prestasi akademik dari sekolah pilot yang meluluskan 102 dalam sebuah area.

Komponen utama dari model SBM tertentu ini adalah sebuah ciptaan dari sebuah dewan penasehat untuk masing – masing sekolah yang terdiri dari tiga guru, tiga orang tua, dua anggota staff lain, prinsip , dan dua anggota masyarakat.Dikarenakan mereka adalah dewan penasehat, di sana tidak ada transfer kekuatan untuk keseluruhan, otoritas mereka terbatas untuk merekomendasikan tidak untuk menetapkan perubahan.

“Chicago Revolution” mulai pada bulan Desember 1988 ketika gubernur Illinois menandatangani sebuah rancangan undang – undang yang mengatakan akan mentransformasikan pendidikan dalam kota tersebut untuk selamanya.Tidak seperti penelitian Baton Rouge, reformasi Chicago mentransfer kekuatan asli untuk dewan yang baru.

Masing – masing penasehat berkuasa untuk mengalokasikan anggaran sekolah, memberikan hak berusaha untuk peningkatan sekolah, seperti halnya prinsip api dan sewa.Dibawah hokum yang baru, setengah prinsip yang dimiliki Chicago menghilangkan masa kerja jabatan pada tahun 1990 dan setengah yang lain pada tahun 1991. Penasehat memilih prinsip mereka sendiri yang melayani pelaksanaan kontrak dibawah empat tahun. Reformasi Chicago menempatkan prinsip dalam peran pahlawan atau penajahat. Sekolah seperti sebuah organisasi dan guru tidak nampak sebagai aktor utama dalam usaha besar terhadap perubahan.

Los Angeles Unified School District rata – rata dihadiri oleh 500 siswa setiap harinya.Model dari manajemen menghasilkan pengalaman 1 hari penemuan guru pada bulan Mei 1989.Untuk beberapa Perserikatan Persatuan Guru Los Angeles telah menekankan kekuataan tambahan membuat keputusan yang dewan sekolah menolak dengan tegas untuk mengabulkan. Kontrak tiga tahun yang akhirnya bernegoisasi menyertakan hasil dari penasehat sekolah local yang membentuk basis program manajemen berbasis sekolah.Dewan kemudian membuat keputusan asli yang telah ditransfer untuk mereka dengan kontrak baru.Keanggotaan masing – masing penasehat sekolah akan tersusun dari 50% guru ( yang hamper menjamin control) dengan menyisakan seperti campuran pengurus, orangtua, dan staf sekolah lain.

Empat model dari manajemen berbasis sekolah baru – baru ini membahas untuk mengenalkan beberapa pendekatan yang berbeda dalam usaha merestrukrurisasi pendidikan.Pusat potongan dari empat model merupakan hasil dari penasehat local sekolah. Dalam kasus Dade County dan East Baton Rouge, memulai pembaharuan dengan sukarela melalui kebijakan dewan pengurus untuk memilih sejumlah sekolah panduan. Guru – pengurus sukarela bekerjasama demi tujuan akhir yang biasanya merupakan menjadi kunci keberhasilan

Model SBM Los Angeles merupakan hasil dari sebuah kontrak negosiasi.Dewan sekolah juga membuat kekuatan keputusan asli yang ditransfer untuk mereka, akan tetapi dalam permasalahan ini hanya dikhususkan untuk durasi kontrak.

Deregulasi

Sekolah berusaha untuk merestrukturisasi program pendidikannya tanpa mengubah peraturan – peraturan yang ENCASE seperti sebuah perahu layar yang muncul SAIL ke permukaan tanpa CASTING OFF yang memegang FIRMLY TO THE PIER.

Sejumlah pendekatan untuk deregulasi ditawarkan.Di School District, deregulasi berarti pindah ulang pada pertengahan manajemen, jadi prinsip khusus sekolah dikunci dalam lingkaran kegagalan dan POVERTY REPORT secara langsung untuk SUPERINTENDENT.

Apapun formula deregulasi, gelombang kedua dari gerakan pembaharuan dalam banyak contoh mengambil pandangan bahwa pendidikan lebih memungkinkan untuk jumlah uang yang sama.


KESIMPULAN

Usaha awal untuk mengevaluasi gelombang pertama dan kedua pada tahun 1980 menghsilkan pengambilan keputusan lebih dibandingkan di dalam sebuah kelas aerobik.Sebagaimana pada akhir decade, semua strategi reformasi dalam beberapa bentuk lain masih dalam keadaan hidup, akan tetapi tentunya beberapa lebih baik sehat dibandingkan dengan yang lain.

Barangkali salah satu peramal terbaik mungkin terjadi pada masa depan ( dan mengapa) berasal dari Larry Cuban yang melihat pemecahan masalah dalam bidang rancang bangun secara mendalam.Para insiyur cenderung mengelompokkan permasalhan sebagai quality control atau pola isu, atau kombinasi keduanya.Permasalahan quality control dia sebut perubahan order – pertama,dan permasalahan desain dia sebut perubahan order – kedua.

Di dalam pendidikan, seperti halnya dalam rancang bangun, perubahan order pertama muncul lebih baik apa yang dilakukan dengan pasti, akan tetapi lebih efektif dan efesien untuk melakukannya. Perubahan order pertama meliputi, contohnya kenaikan gaji, memilih buku teks yang lebih baik, membutuhkan kursus tambahan, meningkatkan syarat – syarat kelulusan, membutuhkan tes tambahan, membutuhkan tambahan jam dalam layanan pelatihan, membutuhkan pelatihan dan rekrutmen guru yang lebih baik, menyediakan alokasi sumber daya yang lebih layak, dan tingakat tanggungjawab yang lebih tinggi.

Cuban menulis tentang order – pertama, reformasi quality control.

Mereka mencari untuk membuat system yang ada lebih produktif, tidak menganggu peran dasar ruang kelas atau struktur penguasaan sekolah.Desain historis dari pendidikan yang diterima umum dalam sekolah yang berkenaan dengan kota pada pertengahan abad 19 sangat utama menyisakan secara utuh.Tiga decade dari pemerintah pusat dan intervensi Negara telah dimuat dengan jelas terhadap perubahan order-pertama yang telah memperkuat struktur yang adar dari pendidikan yang diterima.

Tingkat reformasi kedua menyertakan isu perubahan struktur dan penguasaan yang dibutuh secara signifikan pada individu dan perilaku organisasi, peran organisai, budaya sekolah, proses penetapan membuat keputusan dan prosedur standar pengoperasian.

Ilustrasi dari reformasi order – kedua meliputi, contohnya; memusatkan pada intruksi siswa, pengajaran tim, manajemen berbasis sekolah, program pembelajaran, jadwal yang fleksibel, membedakan staf, guru, atau orang tua- sekolah, sekolah dalam sebuah sekolah dan sekolah tanpa penilaian.

Pengujian lingkup reformasi order prtama dan kedua seperti membandingkan dengan gelombang reformasi pertama dan kedua selama tahun 1980, sebuah observasi umum gelombang pertama cenderung mendominasi ( meskipun tidak secara eksklusif ) dengan variasi order – pertama “ top down”.Secara historis, Cuban meneliti tipe ini yang menjadi paling sukses. Karena abad berputar, keberhasilan reformasi sekolah – perubahan telah disatukan ke dalam rutinitas operasi sekolah – yang pada umumnya menjadi sebuah seri perubahan order – pertama.

Bagaimanapun, meskipun variasi order – kedua lebih komplek dan lebih sulit untuk meletakkan pada pondasinya, lebih memegang janji untuk tujuan merestrukturisasi pendidikan yang mana telah menjadi tujuan harapan kebanyakan orang Amerika.

Reformasi akan tetap berlaku dan barangkali berhasil hanya jika “ keduanya, publik dan guru meyakinkan kebijakan secara pendidikan yang penuh makna – contohnya, bahwa guru merupakan sese orang yang lulus tes kompetensi benar – benar mengetahui lebih tentang pengajaran, jenjang karir benar – benar mendorong bakat seseorang untuk memilih dan tinggal bersama dalam pengajaran, guru yang menguasi benar – benar membuat sekolah lebih efektif dan meluluskan siswa yang lebih baik.Barangkali yang terpenting dari semuanya, lakukanlah reformasi – secara individu atau kolektif – buatlah sebuah perbedaan dalam level pembelajaran yang berperan di dalam ruang kelas.